Sabtu, 09 Oktober 2010

TAK ADA BERAS , NASI AKING PUN JADI


Beras/nasi,seperi yang kita ketahui beras/nasi merupakan makanan pokok bagi hampir seluruh masyarakat Indonesia.Tapi,bagaimana bila beras/nasi yang merupakan makanan pokok itu tidak bisa di nikmati bagi hampir seluruh penduduk miskin di Indonesia?Nasi aking pilihannya.Memang mengecewakan,tapi itulah nasib yang di alami saudara kita yang kurang mampu.
Beras/nasi merupakan bagian bulir padi(gabah)yang telah dipisah dari sekam dengan cara ditembuk dengan lesung atau digiling.Sebagian besar beras mengandung pati(sekitar 80-85%).Beras juga mengandung protein,vitamin(terutama pada bagian aleuron),mineral,air dan karboidrat.Semua kandungan beras sangat penting bagi tubuh sebagai penambah energi.Itulah salah satu sebab banyak orang memilih beras sebagai makanan pokok selain harga nya yang terjangkau.
Tapi,tetap saja banyak saudara kita yang kurang mampu untuk membeli beras yang menyehatkan dan juga murah itu.Dan sebagai alternatif mereka memilih mengolah dan memakan nasi aking

Apa itu nasi aking?Nasi aking adalah makanan yang berasal dari sisa-sisa nasi yang tak termakan (basi) yang dibersihkan dan dikeringkan di terik sinar matahari.Nasi aking ada dasarnya di jual sebagai makanan unggas.Tapi belakangan ini banyak saudara kita yang kurang mampu mulai mengkomsumsi nasi aking.Nasi aking yang berwarna coklat dan dipenuhi jamur bukanlah makanan yang layak dikomsumsi manusia.Namun masyarakat yang kurang mampu menjadikannya sebagai makanan pokok pengganti nasi karena tidak mampu membeli beras.Untuk menghilangkan bau,nasi aking terlebih dahulu dipisahkan dari kotoran lalu dicuci,dijemur dan di beri kunyit untuk menghilangkan rasa asam akibat jamur yang tertinggal.Bayangkan saja bagaimana tidak sehatnya tubuh kita mengkomsumsi nasi aking.Harga nasi aking per kilonya hanya sekitar Rp.750 hingga kisaran Rp.1250 per kilo nya.Bandingkan saja dengan beras dengan kualitas paling rendah yang harga nya mencapai Rp.5000.Dan karena ketidakmampuan membeli beras seharga Rp.5000 per kilo,warga miskin terpaksa memberikan makanan tidak layak komsumsi itu kepada anak-anak mereka.Sungguh mengerikan.Karena selain mengkomsumsi makanan tidak layak mereka juga terjangkit penyakit salah satu penyakit mematikan,yaitu gizi buruk yang bisa mempengaruhi masa depan anak-anak tersebut.

Begitu berat nya masalah sosial yang di alami saudara kita yang kurang kurang mampu.Tapi di mana pemerintah atau pemimpin-pemimpin saat saudara kita mengalami nasib seperti ini?Sedih melihat prilaku para pemimpin dan wakil rakyat kita, yang ketika masa kampanye menghambur-hamburkan uang milyaran rupiah serta mengatasnamakan rakyat dan mengagungkan demokrasi, tetapi pada saat rakyat membutuhkan bantuan “hanya untuk sekedar bertahan hidup saja” tidak langsung diselesaikan, dimana pemimpin dan wakil rakyat itu?  Di tengah penderitaan rakyat, mereka dengan asyik berfoya-foya seakan-akan tidak terjadi apa-apa dengan rakyat. Mereka tetap bisa ke kantor dengan mobil mewah dengan iring-iringan pengawal dan tiap hari makan dengan uang tunjangan. Yang menyedihkan lagi, begitu ada bencana dan musibah itu disorot media, para korban menjadi ajang kepentingan politik. Ramai-ramai mereka berlomba-lomba membantu. Tapi kalau tidak disorot, mereka tak mau menjangkau. Di mana fungsi negara untuk melayani rakyat?

Negeri ini sebenarnya mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya dengan baik, karena terbukti kita dapat melakukan swasembada beras pada tahun 1980-an. Negeri ini memiliki sumberdaya alam yang melimpah dan ditambah dengan bibit unggul yang dihasilkan, pupuk, dan teknologi yang ada.  Tinggal bagaimana keseriusan pemerintah dalam mengelolanya.  Produksi padi pada tahun 2006 ditaksir sekitar 54 juta ton (BPS: Indikator kunci Indonesia, 2007).  Jika saja ini didistribusikan secara baik kepada sekitar 230 juta penduduk Indonesia, dan dengan asumsi susut 10% dalam pengolahan dari padi ke beras, maka setiap orang akan memperoleh 580 gram beras/hari.  Ini belum ditambah lagi dengan stok impor beras yang dilakukan BULOG sebesar 1,5 juta ton dari Vietnam dan Thailand.  Jadi jumlah beras menjadi lebih banyak lagi.  Namun, ternyata banyak terjadi kasus kelaparan dan gizi buruk terjadi.

Bila ini terus berlanjut, rakyat akan makin menderita. Nasi aking pun menjadi makanan sehari-hari warga miskin finansial yang pada umumnya tidak tahu harus berbuat apa karena memang memiliki ilmu pengetahuan dan kreatifitas yang rendah untuk bisa keluar dari jebakan setan yang mereka hadapi. Mereka harus bergantung pada diri sendiri, tak ada yang melindungi. Kalau sudah begitu, yang kuat akan menang, yang lemah akan terlindas. Ini sama saja dengan hidup di dalam hutan.  Sepertinya negeri ini mengalami krisis kepemimpinan.

Seandainya saja Pemerintah mau mengeluarkan dana sampai ratusan triliunan, seperti yang dilakukan untuk mengatasi kasus BLBI, dalam mengatasi kelaparan dan gizi buruk yang melanda di negeri ini, mungkin hal ini dapat teratasi; Bukankah tugas negara untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduknya, seperti pangan, sandang, dan papan?.  Seandainya saja pemimpin baik di pusat maupun di daerah terjun langsung ke masyarakat melihat kondisi rakyatnya sampai ke pelosok, mungkin tak akan ada lagi masalah kesulitan akses pangan yang dialami rakyat.  Seandainya saja para wakil rakyat mau terjun ke daerahnya dan menyampaikan aspirasi masyarakat di daerahnya kepada pemerintah tentang kondisi pembangunan ekonomi yang terjadi, mungkin tidak akan terjadi daerah-daerah tertinggal dan miskin.

Terlepas dari itu,ada baik nya mulai saat ini kita biasakan untuk menyantap habis nasi yang sudah kita ambil.Setidaknya sikap bijak ini bisa mencegah terhamburnya beras secara percuma.Sehingga kelak saudara kita yang kurang mampu tidak perlu menyantap nasi aking lagi.