Kamis, 02 Februari 2012

STUDI KASUS


Kasus 1 : Hartoyo sebagai Manajer

Drs. Hartoyo telah menjadi manajer tingkat menengah dalam departemen produksi suatu perusahaan kurang lebih 6 bulan. Hartoyo bekerja pada perusahaan setelah dia pensiun dari tentara. Semangat kerja departemennya rendah sejak dia bergabung dalam perusahaan. Beberapa dari karyawan menunjukkan sikap tidak puas dan agresif.
Pada jam istirahat makan siang, Hartoyo bertanya pada Drs. Abdul Hakim, ak, manajer departemen keuangan, apakah dia mengetahui tentang semangat kerja yang rendah dalam departemen produksi. Abdul Hakim, menjawab bahwa dua telah mendengar secara informal melalui komunikasi "grapevine", bahwa para karyawan Hartoyo merasa tidak senang dengan pengambilan semua keputusan yang dibuat sendiri olehnya. Dia (Hartoyo) menyatakan, "dalam tentara, saya membuat semua keputusan untuk bagian saya, dan semua bawahan mengharapkan saya berbuat seperti itu."

Pertanyaan kasus :
1.     Gaya kepemimpinan macam apa yang digunakan oleh Hartoyo?
Bagaimana keuntungan dan kelemahannya?
Bandingkan motivasi bawahan Hartoyo sekarang dan dulu sewaktu ditentara.

2.     Konsekuensinya apa, bila Hartoyo tidak dapat merubah gaya kepemimpinannya?
Apa saran saudara bagi perusahaan, untuk merubah keadaan?

Jawaban kasus :
1.     Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh Hartoyo adalah militeristik.
Keuntungannya menggunakan gaya militeristik adalah pada kedisiplinannya, dalam gaya militeristik memiliki kedisiplinan yang tinggi. Sedangkan kelemahannya adalah bawahan merasa tidak leluasa dalam berkomunikasi dan bergaul dengan atasan karena pada militeristik segala sesuatu bersifat formal hingga dalam berkomunikasipun harus formal.
Motivasi bawahan Haryoto dulu lebih membara dibandingkan sekarang, karena mereka tidak merasa terkekang, mereka bekerja selayaknya pekerja yang masih memiliki hati nurani.

2.    Jika Haryoto tidak dapat merubah gaya kepemimpinannya maka tujuan yang di idam-idamkan tidak akan tercapai, itu karena bawahan Haryoto yang sudah tidak sanggup bekerja sama dengan seorang yang terlalu keras memerintah bawahan bahkan terlalu kaku terhadap bawahan.
Saran saya sebaiknya Haryoto merubah gaya dalam memimpin perusahaan tersebut, merubah yang sudah menjadi kebiasaan memang sulit, namun apa salahnya merubah demi kepentingan bersama, apalagi dengan memiliki tujuan yang baik. Haryoto harus lebih bisa menempatkan diri, Haryoto harus lebih bisa menyadari bahwa perusahaan yang kini ditempatinya bukanlah seperti medan perang saat menjadi tentara dulu.